Supervisi Berbasis Coaching sebagai Paradigma Perubahan untuk Memberdayakan

 

Tanpa terasa sudah empat belas minggu saya terlibat dalam Pendidikan Calon Guru Penggerak angkatan 5 Kabupaten Bangka ini. Kali ini saya akan menyampaikan refleksi Dwi Mingguan yang ke-7 saya terkait pengalaman dan perasaan saya saat melaksanakan berbagai kegiatan dalam kegiatan Calon Guru Penggerak ini. Adapun model refleksi yang saya pilih untuk refleksi Dwi Mingguan kali ini adalah model 5M. Saya akan menceritakan tentang pengalaman saya dalam melaksanakan kegiatan modul 2.3. terkait Coaching untuk supervisi akademik. Materi Coaching merupakan materi yang sangat baru sekali bagi saya.

Saya akan Mendeskripsikan, menceritakan kembali peristiwa yang terjadi dan saya alami dua minggu terakhir ini.  Selama dua minggu yang ke tujuh ini kami mempelajari tentang Coaching untuk supervisi akademik. Coaching sendiri didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana Coach akan memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri dan pertumbuhan pribadi dari Coachee. Dalam dua minggu terakhir ini saya berkesempatan untuk mempraktekkan keterampilan Coaching baik dalam ruang kolaborasi maupun dalam demonstrasi kontekstual. Jika dalam ruang kolaborasi praktik Coaching dilakukan secara daring, berbeda halnya saat demonstrasi kontekstual. Pada saat demonstrasi kontekstual Coaching dilaksanakan secara tatap muka dan dilakukan secara berkelompok dengan beberapa rekan Calon Guru Penggerak lainnya. Tak hanya melibatkan Coach dan Coachee, saat demonstrasi kontekstual ini melibatkan seorang pengamat  juga. Jadi pada saat pelaksanaan demonstrasi kontekstual ini saya dan rekan-rekan dalam satu kelompok bertukar peran baik mulai dari sebagai Coach, sebagai Coachee dan juga sebagai pengamat yang akan memberikan masukan kepada seorang Coach mulai dari Pra-observasi sampai Pasca observasi. Demonstrasi kontekstual ini memberikan pengalaman luar biasa sekali bagi saya untuk mengembangkan keterampilan Coaching. 

Selanjutnya saya akan Merespon, menjabarkan tanggapan saat menghadapi peristiwa yang telah saya ceritakan. Bagi saya sangat menarik sekali mempelajari materi Coaching ini melalui eksplorasi konsep ataupun saat melaksanakan praktik Coaching ini baik dalam ruang kolaborasi maupun dalam demonstrasi kontekstual. Saya merasakan kesempatan yang luar biasa saat menjadi seorang Coach yang berperan untuk memberdayakan rekan sejawat saat menghadapi situasi yang dihadapinya. Dalam praktik keterampilan Coaching ini saya dituntut untuk menerapkan paradigma berpikir Coaching mulai dari fokus pada Coachee atau rekan yang dikembangkan, kemudian bersikap terbuka dan ingin tahu, memiliki kesadaran diri yang kuat dan mampu melihat peluang baru dan masa depan. Tidak hanya paradigma berpikir Coaching saja yang diterapkan tetapi sebagai saat saya berperan sebagai coach, saya juga harus menerapkan prinsip Coaching mulai dari kemitraan, kemudian proses kreatif dan dan juga memaksimalkan potensi. Tak hanya itu, seorang Coach juga perlu mempelajari kompetensi inti Coaching yang penting untuk dipahami dan diterapkan serta dilatih secara terus-menerus yang meliputi kehadiran penuh, mendengarkan aktif dan pengajuan pertanyaan berbobot. Bagi saya,  pengajuan pertanyaan berbobot ini merupakan satu tantangan tersendiri bagi seorang Coach dimana melalui pengajuan pertanyaan berbobot inilah seorang Coach akan mampu menuntun Coachee agar mampu mengembangkan potensi dan memaksimalkan kinerja yang dimilikinya. Mungkin banyak sekali hal-hal yang menjadi potensi yang selama ini tidak disadari  oleh Coachee  yang justru kekuatan kunci dalam menghadapi situasi atau masalah yang sedang dihadapinya saat ini.

Selanjutnya saya akan Mengaitkan, bagaimana saya berusaha mengaitkan antara peristiwa dengan pengetahuan, keterampilan atau informasi lain yang dimiliki. Keterampilan Coaching yang dipelajari dalam Modul 2.3 ini sangat erat sekali kaitannya dengan modul-modul yang lain yang telah dipelajari sebelumnya. Coaching merupakan satu proses untuk memberdayakan baik rekan sejawat maupun murid dan ini sangat selaras sekali dengan tuntunan filosofis pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara. Seorang pendidik harus mampu menuntun murid mengembangkan potensi dan kodrat yang dimiliki agar mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai anggota masyarakat dan sebagai manusia. Kaitan antara Coaching dengan pembelajaran sosial emosional yang dipelajari dalam Modul 2.2 adalah bagaimana seorang Coach harus mampu memiliki kesadaran diri, kesadaran sosial, manajemen diri, memiliki keterampilan berelasi, bahkan seorang Coach harus mampu untuk menuntun seorang  Coachee mengambil keputusan yang bertanggung jawab. Coaching dalam konteks pendidikan juga berkaitan dengan pembelajaran berdiferensiasi. Dalam pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi seorang guru harus mampu melaksanakan suatu proses pembelajaran yang mampu mengakomodir semua kebutuhan murid mulai dari kesiapan belajar, minat belajar sampai dengan profil belajar murid. Untuk mendapatkan semua itu guru dapat melakukan pemetaan. Proses Coaching merupakan salah satu cara untuk mendapatkan data dan memberi solusi pada murid yang mengalami permasalahan atas situasi belajar yang dihadapi. Pembelajaran berdiferensiasi akan dapat dirancang untuk memenuhi kebutuhan belajar murid berdasarkan proses Coaching yang dilakukan oleh seorang guru.

Selanjutnya Menganalisis dimana saya berusaha menganalisis secara detail tentang peristiwa tersebut dan memandangnya dalam perspektif lain. Coaching merupakan suatu  keterampilan yang dapat memberdayakan potensi dan kinerja Coachee. Namun menurut saya saat proses Coaching dilaksanakan bukan hanya memberi makna pada Coachee namun juga akan memberi kebermaknaan pada seorang Coach dimana Coach akan mengembangkan keterampilannya untuk menuntun seorang Coachee. Seorang Coach harus mampu untuk memahami kondisi emosional Coachee, menyusun pertanyaan-pertanyaan terbuka yang berbobot sebagai bentuk tuntunan dan arahan pada Coachee menuju proses untuk berpikir dan memberdayakan diri. Pertanyaan-pertanyaan berbobot ini akan dapat dilakukan secara optimal sebagai bentuk hasil mendengarkan aktif dan proses kehadiran penuh pada proses yang dilaksanakan. Pertanyaan berbobot memiliki ciri sebagai hasil mendengarkan aktif, kemudian membantu Coachee dalam menghadapi situasi yang sedang dihadap, bersikap terbuka dan reflektif eksploratif serta diajukan pada waktu yang tepat. Artinya saya memandang Coaching dalam perspektif yang lebih luas yang tidak hanya akan memberdayakan Coachee, namun juga Coach yang berperan sebagai penuntun.

Bagian terakhir dari refleksi ini adalah Merancang Ulang, menuliskan rencana alternatif untuk hal ini di masa yang mendatang. Menurut saya, penting sekali untuk merancang ulang rencana alternatif terkait pelaksanaan Coaching ini. Merancang ulang rencana ini penting sekali menurut saya karena keterampilan Coaching ini bukanlah sesuatu yang dapat diperoleh begitu saja. Harus dilatih secara terus-menerus. Merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang membutuhkan komitmen berkelanjutan agar menjadikan seorang Coach mampu menjadikan dan menerapkan kompetensi paradigma berpikir serta prinsip-prinsip kucing dalam setiap Coaching yang dilakukannya baik dalam pelaksanaan pembelajaran terhadap murid maupun terhadap upaya membantu rekan sejawat dalam menghadapi masalah yang dihadapi. Perlu adanya rencana bagi saya untuk melatih keterampilan Coaching ini sebagai upaya untuk memberdayakan potensi dan memaksimalkan kinerja guru lain selaku rekan sejawat ataupun murid yang memang harus dituntun tumbuh kembang kodratnya secara maksimal. Saya merencanakan melakukan Coaching ini sebagai upaya untuk menjalankan tugas saya sebagai seorang pendidik bagi kepada murid maupun rekan sejawat yang membutuhkan.

Comments

Popular posts from this blog

Suara, Pilihan, dan Kepemilikan Sebagai Bentuk Kepemimpinan Murid

Kolaborasi dan Komitmen Berkesinambungan Sebagai Dasar Membangun Budaya Positif

Aset Kita, Kekuatan Kita